Price Earning Ratio (PER) merupakan rasio yang menggambarkan hubungan antara harga saham suatu perusahaan dengan pendapatan perusahaan itu sendiri.
PER dihitung dengan membagi harga pasar per saham dengan laba per sahamnya.
Jadi, rasio ini menunjukkan berapa kali lipat investor bersedia membayar untuk tiap rupiah dari pendapatan perusahaan.
Valuasi Saham dengan Price Earning Ratio
Ada dua asumsi yang biasa digunakan terkait valuasi dengan menggunakan Price Earning Ratio. Pertama, saham pada industri yang sama memiliki nilai PER yang sama. Kedua, saham cenderung diperdagangkan dalam kisaran historis nilai PER-nya.
Untuk metode valuasinya sendiri, secara umum, ada dua cara, yaitu mengalikan laba per saham atau earning per shares (EPS) yang diharapkan dengan PER historis perusahaan atau industri. Kemudian, metode lainnya adalah dengan membagi harga pasar per saham dengan EPS yang diharapkan, untuk kemudian dibandingkan dengan nilai PER yang wajar.
No. | Aspek | Detail |
---|---|---|
1 | Asumsi Valuasi Saham | PER sama di industri serupa. Saham diperdagangkan dalam kisaran PER historis. |
2 | Metode Valuasi | Mengalikan EPS dengan PER historis. Membandingkan harga pasar dengan EPS untuk PER wajar. |
Menggunakan Price Earning Ratio (PER) Historis untuk Menilai Saham
Price Earning Ratio menunjukkan berapa kali harga saham diperdagangkan terhadap labanya. Karena harga saham berfluktuasi, begitu pula dengan rasionya. Kamu dapat menentukan harga saham perusahaan dengan mengalikan PER historis perusahaan atau industri dengan EPS yang diproyeksikan.
Misalnya, bila PER historis dari saham suatu perusahaan adalah 15 dan perusahaan tersebut diproyeksikan akan memiliki laba sebesar 3 ribu per saham, maka nilai wajar sahamnya adalah sebesar 45 ribu (15 x 3 ribu). Artinya, jika saham diperdagangkan pada harga pasar di bawah 45 ribu, maka saham tersebut dinilai terlalu rendah (undervalued). Sebaliknya, jika harga pasar per sahamnya di atas 45 ribu, maka saham tersebut dinilai terlalu tinggi (overvalued).
PER Diproyeksikan vs Wajar: Valuasi Saham
Metode lainnya dalam menggunakan Price Earning Ratio sebagai alat untuk menilai saham adalah dengan membagi harga pasar per saham dengan proyeksi EPS-nya.
Misalnya, jika harga pasar per lembar saham perusahaan adalah sebesar 20 ribu dan proyeksi EPS-nya adalah sebesar 2 ribu, maka nilai PER adalah 10. Jika analis mempertimbangkan bahwa rasio yang tepat untuk industri dimana perusahaan tersebut berada adalah sebesar 15, maka saham tersebut undervalued.
Kelemahan Valuasi Saham dengan Price Earning Ratio
Keunggulan valuasi saham menggunakan Price Earning Ratio dibandingkan metode lainnya, seperti diskonto dividen, adalah kemudahannya dalam menghitung harga wajar saham. Namun, metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yang akan dijelaskan pada beberapa poin berikut.
No. | Poin | Penjelasan |
---|---|---|
1 | Fluktuasi Nilai PER | Nilai PER fluktuatif, subjektif dalam jangka pendek. Lebih akurat dalam jangka panjang. |
2 | Penggunaan EPS | EPS bisa dipengaruhi oleh laba perusahaan yang tidak stabil, memengaruhi PER. |
Fluktuasi PER: Kelemahan dalam Valuasi Saham
Nilai Price Earning Ratio yang fluktuatif menjadikan penentuan nilai PER yang wajar sangatlah subjektif.
Bila EPS meningkat, maka harga pasar per saham harus naik mengikutinya, sehingga nilai PER tetap sama. Namun, faktanya di lapangan, kondisi tersebut tidak selalu terjadi. PER dapat berubah-ubah dalam waktu singkat dan sangat fluktuatif, sehingga rasio ini tidak terlalu dapat diandalkan dalam jangka pendek.
Meski demikian, dalam jangka panjang, nilai PER mungkin saja memiliki akurasi yang lebih baik dalam menentukan apakah harga saham overvalued atau undervalued.
Keterbatasan Valuasi Saham dengan PER: Penggunaan EPS
EPS merupakan laba per lembar saham suatu perusahaan.
Laba perusahaan sendiri mungkin saja mencakup keuntungan dan kerugian dengan nilai yang besar yang timbul akibat aktivitas di luar aktivitas operasional perusahaan. Artinya, keuntungan maupun kerugian tersebut bisa saja terjadi hanya pada satu periode laporan dan tidak berulang lagi pada periode-periode berikutnya.
Dampaknya adalah nilai Price Earning Ratio bisa saja lebih rendah ataupun lebih tinggi dari seharusnya, sehingga saham terlihat overvalued atau undervalued.
Penutup
Price Earning Ratio (PER) adalah rasio yang menggambarkan hubungan antara harga saham dengan pendapatan perusahaan. PER dapat digunakan untuk menilai apakah saham dihargai secara wajar.
Ada dua asumsi dalam valuasi saham dengan PER: nilai PER sama untuk saham dalam industri yang sama, dan saham cenderung diperdagangkan dalam kisaran PER historis.
Metode valuasi saham dengan PER meliputi mengalikan laba per saham dengan PER historis atau membandingkan nilai PER dengan PER wajar.
Kelemahan PER termasuk fluktuasi nilai yang subjektif dan tidak dapat diandalkan dalam jangka pendek, serta pengaruh EPS yang bisa tidak berulang.
Sekian tulisan saya mengenai valuasi saham dengan menggunakan Price Earning Ratio (PER).
0 Comments