Saham biasa sebagai instrumen pengumpulan dana bagi perusahaan, memiliki karakteristik yang membedakannya dengan instrumen pendanaan lain, seperti misalnya obligasi.
Selain itu, saham juga memberi beberapa hak ke pemegangnya untuk berpartisipasi terhadap kegiatan perusahaan.
Pada tulisan-tulisan sebelum ini, saya sudah menulis mengenai akuntansi atas saham biasa hingga metode untuk menghitung valuasi saham.
Valuasi saham dapat dihitung menggunakan menggunakan price to earnings ratio (PER) atau diskonto dividen.
Sekarang, saya akan menjelaskan pengertian saham biasa (common stock), karakteristiknya, dan hak-hak yang dimiliki oleh pemegang saham biasa.
Jadi, baik saham biasa maupun saham preferen, keduanya mewakili kepemilikan dalam suatu perusahaan. Namun, hanya pemegang saham mayoritas atau signifikan yang memiliki suara dalam manajemen perusahaan.
Karakteristik Saham Biasa
Saham biasa memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan instrumen pendanaan lainnya.
Pertama, pemegang saham biasa sering disebut sebagai pemilik sisa dalam suatu perusahaan. Mereka memiliki hak suara dan juga menanggung risiko tak terbatas karena status kepemilikannya.
Kedua, ketika perusahaan dilikuidasi dan klaim aset dibagikan, pemegang saham biasa berada di urutan terakhir. Mereka akan dibayar setelah pemegang surat utang atau obligasi dan pemegang saham preferen.
Ketiga, tanggung jawab pemegang saham biasa terbatas pada jumlah dana yang mereka investasikan. Artinya, mereka tidak memiliki risiko lain, seperti gugatan hukum terkait aktivitas perusahaan.
Keempat, terkait dengan klaim atas pendapatan perusahaan, pemegang saham biasa berhak menerima dividen atau kenaikan ekuitas perusahaan dari laba ditahan (jika perusahaan memutuskan untuk menginvestasikan laba tersebut). Namun, ini hanya berlaku setelah semua kewajiban perusahaan telah dipenuhi.
Kelima, terkait dengan dividen, pemegang saham biasa berhak menerima pembagian dividen setelah perusahaan memenuhi semua kewajibannya. Dividen ini diumumkan oleh direksi perusahaan.
Penerbitan Saham Biasa oleh Perusahaan
Ketika sebuah perusahaan didirikan, saham biasa dijual kepada pemegang saham untuk mengumpulkan dana yang akan digunakan untuk mendanai investasi dan menjalankan operasional perusahaan.
Seiring berjalannya waktu, jika perusahaan membutuhkan dana tambahan untuk perluasan atau investasi, perusahaan dapat menjual lebih banyak saham biasa bersama dengan obligasi dan saham preferen.
Pada perusahaan yang terdaftar di bursa saham, kepemilikan saham biasa, meskipun saat ini berbentuk elektronik, masih ada pemegang saham yang memilikinya dalam bentuk sertifikat fisik.
Sertifikat tersebut mencantumkan nama perusahaan penerbit, nama pemilik saham, jumlah saham yang dimiliki, nomor seri, dan juga nilai nominal saham.
Selain itu, di sertifikat saham terdapat pernyataan yang harus ditandatangani oleh pemegang saham saat terjadi peralihan kepemilikan.
Jika seseorang ingin menjual saham yang dimilikinya, pemegang saham dengan sertifikat fisik perlu mengonversinya menjadi bentuk elektronik terlebih dahulu melalui KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia).
Hak - hak Pemegang Saham Biasa
Pemegang saham biasa memiliki beberapa hak, antara lain menerima dividen setelah diumumkan, mendapatkan informasi perusahaan, memiliki kepemilikan atas aset perusahaan, hak suara, dan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD).
Selanjutnya, saya akan menjelaskan tentang hak suara dan HMETD.
Hak - Hak Pemegang Saham Biasa | |
---|---|
Hak Suara (Voting Rights) |
|
Hak Membeli Pertama (Preemptive Right) |
|
Hak Suara dan Peranan Pentingnya dalam Saham Biasa (Voting Rights)
Hak suara adalah hak pemegang saham untuk memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Ini termasuk memberikan suara dalam masalah penting yang dihadapi perusahaan, seperti menentukan jajaran direksi yang akan memimpin perusahaan.
Pemegang saham biasa juga perlu menyetujui setiap perubahan dalam akta perusahaan.
Jika manajemen perusahaan ingin mengambil alih perusahaan lain melalui penerbitan saham biasa untuk ditukarkan, persetujuan pemegang saham diperlukan.
Ketika ingin memberikan suara dalam RUPS secara langsung, pemegang saham biasa dapat menggunakan proxy.
Proxy adalah dokumen yang memberikan kuasa hukum kepada seseorang untuk memberikan suara atas nama pemegang saham yang tidak dapat hadir dalam RUPS.
Sejak tanggal 20 April 2020, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menerapkan platform elektronik proxy (e-Proxy).
Dalam proses pemungutan suara, perusahaan dapat menggunakan pemungutan suara mayoritas atau pemungutan suara kumulatif.
Pemungutan Suara Mayoritas
Dalam pemungutan suara mayoritas, pemegang saham diperbolehkan memberikan satu suara untuk setiap lembar saham yang dimilikinya untuk setiap posisi direksi yang dipilih.
Jadi, jumlah suara yang dimiliki pemegang saham sama dengan jumlah saham yang mereka miliki.
Pada akhirnya, direksi yang terpilih ditentukan berdasarkan mayoritas suara.
Pemungutan Suara Kumulatif
Selain pemungutan suara mayoritas, ada juga pemungutan suara kumulatif. Dalam pemungutan suara kumulatif, pemegang saham memiliki hak suara sebanyak jumlah saham yang mereka miliki dikalikan dengan jumlah kandidat direksi.
Dengan demikian, pemegang saham dapat memberikan suara mereka untuk satu kandidat atau membaginya di antara beberapa kandidat.
Pemungutan suara kumulatif memberikan bobot yang lebih besar kepada pemegang saham minoritas, sehingga mereka setidaknya dapat memilih satu direksi.
Contoh Kasus Voting Mayoritas dan Voting Kumulatif
Misalkan PT XYZ memiliki 10 ribu lembar saham yang beredar dan akan memilih dua orang untuk menjadi direktur.
Dalam pemungutan suara mayoritas, pemegang saham minoritas dengan 3 ribu lembar saham dapat memberikan 3 ribu suara untuk masing-masing kandidat.
Namun, dalam pemungutan suara kumulatif, pemegang saham minoritas dengan 3 ribu lembar saham dapat memberikan seluruh 6 ribu suara (3 ribu lembar x 2 posisi) untuk satu kandidat saja.
Jadi, dalam pemungutan suara kumulatif, pemegang saham minoritas mendapatkan keuntungan lebih dibandingkan dalam pemungutan suara mayoritas.
Hak Membeli Pertama dalam Saham Biasa (Preemptive Right)
Hak membeli pertama, atau biasa disebut dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD), memungkinkan pemegang saham untuk mempertahankan persentase kepemilikan saham perusahaan yang sama dengan cara membeli saham baru yang diterbitkan sebanyak persentase kepemilikan saham yang dimilikinya.
Misalnya, jika seorang pemegang saham memiliki 20 persen saham perusahaan, maka ketika perusahaan menerbitkan saham baru, pemegang saham tersebut berhak membeli 20 persen dari jumlah saham baru yang diterbitkan.
Hak ini dapat dilaksanakan oleh pemegang saham dengan membeli saham tersebut, menjual haknya kepada investor lain, atau tidak digunakan hingga berakhirnya masa berlaku.
Biasanya, jika pemegang saham menggunakan haknya, harga saham baru yang dibeli dapat lebih rendah dari harga pasar.
Penutup
Saham biasa adalah dokumen yang menunjukkan kepemilikan seseorang atau kelompok dalam suatu perusahaan. Saham ini memiliki fitur khusus yang memberikan hak-hak tertentu kepada pemegangnya.
Beberapa hak yang dimiliki pemegang saham adalah menerima dividen, memberikan suara dalam keputusan perusahaan, dan hak untuk membeli saham baru yang diterbitkan.
Namun, perlu dipahami bahwa meskipun memiliki hak-hak istimewa ini, pemegang saham juga menghadapi risiko tertinggi dibandingkan dengan pemegang instrumen pendanaan lainnya.
Misalnya, jika perusahaan mengalami likuidasi, pemegang saham mungkin tidak mendapatkan bagian dari aset perusahaan jika semua aset tersebut digunakan untuk membayar utang kepada investor obligasi dan pemegang saham preferen.
Selain itu, pemegang saham biasa tidak dijamin untuk mendapatkan dividen atau kenaikan harga saham biasa yang mereka miliki.
Sekian tulisan saya mengenai karakteristik saham biasa dan hak-hak yang dimiliki pemegangnya.
Stay safe and stay healthy. Take care!
0 Comments