Aset tetap berwujud (tangible assets) merupakan aset yang diakuisi oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional perusahaan dalam jangka panjang dan tidak dimaksudkan untuk dijual.
Dari definisi tersebut, ada penekanan bahwa aset tetap berwujud adalah aset yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional perusahaan. Artinya, aset seperti tanah yang akan digunakan di masa depan atau untuk tujuan spekulatif, bukanlah merupakan aset tetap berwujud, tetapi merupakan investasi jangka panjang.
Yang termasuk aset tetap berwujud adalah tanah, bangunan (gedung kantor, pabrik, dan gudang), dan peralatan (furnitur, komputer, mesin, kendaraan, dll). Sehingga, dalam akuntansi, tak jarang aset tetap berwujud disebut dengan plant, property, and equipment (PP&E).
1. Aset Tetap Berwujud: Konsep dan Akuntansi
Setiap tahun, setelah perusahaan mengkaji beberapa strategi jangka panjangnya, perusahaan akan menganggarkan modal (capital budgeting) berdasarkan strateginya ini.
Ketika capital budgeting disetujui. Selanjutnya, perusahaan akan mengakuisi aset tetap yang diperlukan.
Dalam akuntansi, basis untuk mencatat aset tetap berwujud adalah senilai dengan biaya perolehannya. Ini termasuk harga barang, biaya pengiriman, dan biaya-biaya lainnya yang timbul atas penyiapan aset tersebut. Basis tersebut berlaku juga untuk aset tetap tak berwujud dan aset sumber daya alam (SDA).
Istilah kapitalisasi digunakan untuk mencatat biaya perolehan atas suatu aset tetap berwujud di neraca perusahaan.
Beberapa tipe biaya dalam akuisi tanah atau bangunan adalah harga tanah atau bangunan, biaya pengecekan sertifikat, biaya akta jual beli, bea perolehan atas hak tanah dan bangunan (BPHTB), biaya notaris, biaya perantara, biaya meterai, dan termasuk biaya-biaya lainnya seperti biaya untuk pembebasan lahan.
Sedangkan beberapa tipe biaya dalam akuisi peralatan adalah harga peralatan, pajak-pajak yang tidak dapat dikreditkan (artinya, pajak yang dapat dikreditkan, seperti misalnya PPN, bukan termasuk biaya perolehan), biaya pengiriman termasuk asuransi pengiriman, biaya perakitan dam pemasangan, termasuk biaya bunga apabila akuisi peralatan menggunakan pinjaman berbunga.
Sebagai contoh, asumsikan PT XYZ membeli tanah, bangunan, dan peralatan senilai 15 miliar. Harga ini sudah termasuk biaya-biaya lainnya untuk memperoleh bangunan tersebut.
Oleh jasa penilai, tanah dinilai sebesar 7 miliar, bangunan diniliai sebesar 8 miliar, dan peralatan sebesar 1 miliar.
Atas dasar penilaian tersebut, maka harga perolehan masing-masing aset tersebut adalah:
Bobot Aset x Total Pembelian | Nilai Aset |
(7 miliar/16 miliar) X 15 miliar | 6,57 miliar |
(8 miliar/16 miliar) X 15 miliar | 7,5 miliar |
(1 miliar/16 miliar) X 15 miliar | 930 juta |
Maka, PT XYZ menjurnal pembelian tanah, bangunan, dan peralatan tersebut sebagai berikut:
Akun | Debit | Kredit |
Tanah | 6,57 miliar | |
Bangunan | 7,5 miliar | |
Peralatan | 930 juta | |
Kas | 15 miliar |
2. Depresiasi Aset Tetap: Konsep dan Akuntansi
Ketika perusahaan menggunakan aset tetap untuk mendukung kegiatan operasionalnya, aset tersebut akan semakin kehilangan nilainya karena pemakaian, kerusakan, keusangan, maupun faktor-faktor lainnya (hal ini tidak berlaku atas tanah yang merupakan aset tak terdepresiasi).
Penurunan nilai tersebut dalam akuntansi disebut depresiasi atau penyusutan, yang merupakan suatu metode untuk mengalokasikan harga perolehan suatu aset selama masa manfaatnya sebagai beban.
Pada proses pengalokasian biaya ini, perusahaan mencoba untuk menentukan seberapa besar proporsi dari harga perolehan yang harus dibebankan pada suatu periode.
Tidak ada satupun metode depresiasi yang memungkinkan perusahaan untuk membebankan seluruh harga perolehan ke dalam satu periode saja.
Pada saat pelepasan aset, pendebitan atas akumulasi depresiasi perlu dibuat oleh perusahaan.
Adapun metode-metode depresiasi tersebut adalah:
- Metode saldo menurun (declining method), yang dibagi menjadi:
Berikut adalah beberapa terminologi dalam aset tetap dan juga metode penyusutan atau depresiasinya yang perlu kamu pahami:
Terminologi | Penjelasan |
Biaya akuisisi (historical cost) | Harga pembelian suatu aset, termasuk biaya-biaya lainnya untuk memperoleh aset tersebut. |
Umur aset (service life) | Estimasi usia manfaat aset yang diukur dalam satuan tahun atau jumlah produksi. |
Nilai sisa (salvage value) | Estimasi nilai aset pada saat akhir umur aset. |
Nilai yang didepresiasi (depreciable base) | Biaya akuisisi dikurangi dengan nilai sisa. |
Nilai buku bersih (book value) | Biaya akuisisi dikurangi dengan akumulasi penyusutan. |
2.1. Depresiasi Aset Tetap: Metode Garis Lurus
Perhitungan metode garis lurus (straight line method) sangat simpel, yaitu dengan membagi depreciable base dengan estimasi umur aset.
Metode ini mengasumsikan bahwa penggunaan aset merupakan fungsi waktu dibandingkan fungsi pemakaian.
Keunggulan metode ini adalah kemudahannya dalam menghitung tingkat keusangan yang sama dari waktu ke waktu. Sedangkan kelemahannya adalah metode ini cenderung mengabaikan tingkat keusangan yang sebenarnya cukup tinggi pada tahun pertama.
Sebagai contoh, asumsikan pada tanggal 2 Januari 2020, PT XYZ membeli mesin pencacah plastik senilai 48 juta untuk mengelola limbahnya. Biaya pengiriman dan pemasangan alat tersebut adalah sebesar 2 juta. Umur mesin ini diperkirakan 10 tahun dan pada akhir umur aset diperkirakan nilai sisa-nya sebesar 7 juta.
Dengan menggunakan metode garis lurus, maka, beban depresiasi atau penyusutan per tahunnya adalah:
(48 juta + 2juta - 7 juta) / 10 = 4,3 juta per tahun
Entri penyesuaian atas transaksi tersebut pada tanggal 31 Desember 2020 adalah:
Akun | Debit | Kredit |
Beban depresiasi | 4,3 juta | |
Akumulasi depresiasi | 4,3 juta |
Akumulasi depresiasi merupakan akun kontra dari aset tetap berwujud yang menggambarkan akumulasi beban depresiasi atau penyusutan selama umur aset.
Jadi, dengan mengurangkan nilai perolehan aset tetap berwujud di neraca dengan akumulasi depresiasi, maka, didapatlah nilai buku bersih aset tetap berwujud.
Contoh di atas adalah untuk aset tetap yang dibeli pada awal tahun.
Lalu bagaimana perhitungan beban depresiasinya apabila akuisisi aset tetap tidak dilakukan di awal tahun?
Sangat mudah, tinggal menggunakan pecahan tahun (year fraction).
Sebagai contoh, asumsikan PT XYZ membeli mesin pencacah plastik tersebut pada tanggal 3 Maret 2020.
Maka, beban depresiasinya pada akhir tahun adalah sebesar:
(48 juta + 2juta - 7 juta) / 10 x 10/12 = 3,58 juta
2.2. Depresiasi Aset Tetap: Metode Jumlah Unit Produksi
Berbeda dengan metode garis lurus, pada metode jumlah unit produksi (units-of-output method), depresiasi aset merupakan fungsi penggunaan atau produksi, bukannya fungsi waktu.
Metode jumlah unit produksi cocok digunakan pada perusahaan manufaktur yang memiliki mesin-mesin pabrik. Perusahaan manufaktur dapat mengukur dalam satuan produksi atau jumlah waktu penggunaan mesin.
Metode ini juga cocok digunakan oleh perusahaan penerbangan yang dapat mengukur waktu penggunaan pesawat.
Dalam metode jumlah unit produksi, perusahaan mengestimasi jumlah unit produksi yang dapat dihasilkan selama umur aset, kemudian membagi unit-unit ini menjadi biaya yang dapat didepresiasi. Hasil dari perhitungan ini adalah biaya depresiasi per unit. Kemudian, biaya depresiasi per unit tersebut dikalikan dengan jumlah unit yang diproduksi dalam suatu periode, maka akan didapatkan biaya depresiasi tahunan.
Sebagai contoh, menggunakan data PT XYZ yang telah dibahas sebelumnya, diasumsikan bahwa mesin pencacah plastik tersebut dapat digunakan untuk mengolah limbah plastik sebanyak 7 ribu ton selama umur aset tersebut. Juga, diasumsikan pada tahun awal penggunaan atau pada tahun 2020, limbah plastik yang diolah adalah sebanyak 2 ribu ton. Berapakah beban depresiasi mesin tersebut pada tahun 2020?
Pertama-tama, kamu perlu menghitung biaya depresiasi atau penyusutan per unit selama umur aset tetap tersebut:
(48 juta + 2juta - 7 juta) / 7 ribu ton = Rp 6,14 per kg
Selanjutnya, untuk menghitung biaya depresiasi selama tahun 2020, cukup mengalikan biaya depresiasi per unit dengan jumlah limbah plastik yang diolah pada periode tersebut:
2 ribu ton x Rp 6,14 per kg = 12,28 juta
Jurnal atas biaya depresiasi tersebut adalah:
Akun | Debit | Kredit |
Beban depresiasi | 12.28 juta | |
Akumulasi depresiasi | 12.28 juta |
2.3. Metode Depresiasi Saldo Menurun
Metode depresiasi saldo menurun (declining method) mengenakan biaya depresiasi yang lebih besar di awal tahun penggunaan aset tetap dibandingkan metode-metode lainnya.
Hal ini disebabkan pengalaman di lapangan bahwa perusahaan akan cenderung menggunakan aset secara jor-joran di awal-awal tahun penggunaan karena pada periode-periode tersebut kondisi aset masih sangat baik dan membutuhkan sedikit sekali perawatan maupun perbaikan.
Dua metode pada metode saldo menurun adalah metode saldo menurun ganda (double declining balance) dan metode jumlah angka tahun (sum of the years' digit method).
Depresiasi Aset Tetap: Metode Saldo Menurun Ganda
Metode depresiasi atau penyusutan saldo menurun ganda (double declining balance method) adalah metode depresiasi dipercepat pada nilai buku aset.
Pada prinsipnya, metode depresiasi saldo menurun ganda sama dengan metode depresiasi garis lurus. Hanya saja, depresiasinya dipercepat dua kali lipat per periodenya dan pada metode saldo menurun ganda, perhitungan awalnya tidak memperhitungkan nilai sisa aset pada akhir umur aset.
Nilai buku x (2 / Umur aset)
Dengan menggunakan data pada PT XYZ, maka, beban depresiasi atau penyusutan pada awal tahun pertama adalah:
(48 juta + 2 juta) x 2/10 = 10 juta
Atas hal tersebut, nilai buku pada awal tahun ke-2 menjadi 50 juta - 10 juta = 40 juta
Sehingga, beban depresiasi pada akhir tahun ke-2 atau tahun 2021 adalah sebesar:
40 juta x 2/10 = 8 juta
Tahun | Nilai yang didepresiasi | Rate depresiasi | Beban depresiasi | Akumulasi depresiasi | Nilai buku |
2020 | 50.000.000 | 2/10 | 10.000.000 | 10.000.000 | 40.000.000 |
2021 | 40.000.000 | 2/10 | 8.000.000 | 18.000.000 | 32.000.000 |
2022 | 32.000.000 | 2/10 | 6.400.000 | 24.400.000 | 25.600.000 |
2023 | 25.600.000 | 2/10 | 5.120.000 | 29.520.000 | 20.480.000 |
2024 | 20.480.000 | 2/10 | 4.096.000 | 33.616.000 | 16.384.000 |
2025 | 16.384.000 | 2/10 | 3.276.800 | 36.892.800 | 13.107.200 |
2026 | 13.107.200 | 2/10 | 2.621.440 | 39.514.240 | 10.485.760 |
2027 | 10.485.760 | 2/10 | 2.097.152 | 41.611.392 | 8.388.608 |
2028 | 8.388.608 | 2/10 | 1.388.608 | 43.000.000 | 7.000.000 |
2029 | 7.000.000 | 2/10 | 0 | 43.000.000 | 7.000.000 |
Perhatikan!
Pada tahun 2028, beban depresiasinya hanya sebesar 1,38 juta. Hal ini dikarenakan pada tahun 2028, nilai bukunya sudah mencapai nilai sisanya, yaitu sebesar 7 juta.
Kemudian, pada tahun 2029 sudah tidak ada lagi beban depresiasi.
Depresiasi Aset Tetap: Metode Jumlah Angka Tahun
Sama dengan metode saldo menurun ganda, metode jumlah angka tahun (sum of the years' digit method) juga mempercepat depresiasi atau penyusutan, namun yang digunakan adalah jumlah angka tahun sebagai pecahan.
Angka penghitungnya adalah jumlah umur aset yang tersisa dan angka penyebutnya adalah jumlah seluruh angka tahun. Angka penyebut ini, jumlahnya sama pada tiap tahunnya.
Dari contoh kasus pada PT XYZ, umur asetnya adalah 10 tahun, sehingga jumlah angka tahunnya adalah 10+9+8+7+6+5+4+3+2+1=55.
Pada metode jumlah angka tahun, nilai yang didepresiasi adalah harga perolehan dikurang nilai sisa, yang jumlahnya akan selalu sama tiap tahunnya.
Jadi, nilai yang didepresiasi atau disusutkan pada PT XYZ adalah 50 juta - 7 juta = 43 juta.
Beban depresiasi pada tahun pertama adalah:
43 juta x 10/55 = 7,8 juta
Beban depresiasi pada tahun ke-2 adalah:
43 juta x 9/55 = 7,04 juta
Begitu seterusnya, hingga nilai buku-nya mencapai nilai sisa.
Tahun | Nilai yang didepresiasi | Umur tersisa | Rate depresiasi | Beban depresiasi | Akumulasi depresiasi | Nilai buku |
2020 | 43.000.000 | 10 | 10/55 | 7.818.182 | 7.818.182 | 42.181.818 |
2021 | 43.000.000 | 9 | 9/55 | 7.036.364 | 14.854.545 | 35.145.455 |
2022 | 43.000.000 | 8 | 8/55 | 6.254.545 | 21.109.091 | 28.890.909 |
2023 | 43.000.000 | 7 | 7/55 | 5.472.727 | 26.581.818 | 23.418.182 |
2024 | 43.000.000 | 6 | 6/55 | 4.690.909 | 31.272.727 | 18.727.273 |
2025 | 43.000.000 | 5 | 5/55 | 3.909.091 | 35.181.818 | 14.818.182 |
2026 | 43.000.000 | 4 | 4/55 | 3.127.273 | 38.309.091 | 11.690.909 |
2027 | 43.000.000 | 3 | 3/55 | 2.345.455 | 40.654.545 | 9.345.455 |
2028 | 43.000.000 | 2 | 2/55 | 1.563.636 | 42.218.182 | 7.781.818 |
2029 | 43.000.000 | 1 | 1/55 | 781.818 | 43.000.000 | 7.000.000 |
3. Penutup
Akuntansi atas aset tetap mengatur agar pembebanan atas biaya perolehan dari suatu aset tetap tak dilakukan sekaligus pada satu periode.
Jadi, nilai perolehan aset tetap perlu dikapitalisasi terlebih dahulu di neraca untuk kemudian pembebanannya dilakukan secara bertahap melalui beban depresiasi atau penyusutan.
Perusahaan dapat memilih satu dari metode depresiasi yang telah disebutkan dalam tulisan ini. Namun demikian, UU PPh di Indonesia hanya mengizinkan dua metode saja, yaitu metode garis lurus dan saldo menurun.
Bila suatu perusahaan memilih untuk menggunakan metode depresiasi yang tidak diatur dalam UU PPh pada penyusunan laporan komersial-nya, maka, hal tersebut tidak menjadi masalah dan bukan merupakan suatu bentuk pelanggaran hukum, asalkan pada saat pelaporan SPT, laporan yang sesuai dengan ketentuan UU PPh yang dilaporkan. Selanjutnya, apabila ada selisih antara depresiasi pada laporan komersial dengan depresiasi pada laporan fiskal, perusahaan tinggal melakukan koreksi fiskal saja.
Sekian tulisan saya mengenai akuntansi untuk aset tetap berwujud dan depresiasinya.
Stay safe and stay healthy. Take care!
0 Comments