Dalam akuntansi, ada setidaknya 5 metode alternatif untuk menghitung nilai persediaan barang dagang dan harga pokok penjualan (HPP) di luar first in, first out (FIFO), last in, last out (LIFO), dan average.
Metode-metode valuasi persediaan alternatif tersebut adalah identifikasi khusus (specific identification), nilai realisasi bersih (net realizable value), lebih rendah biaya atau pasar (lower of cost or market), metode laba kotor (gross profit method), dan metode persediaan ritel (retail inventory method).
Beberapa metode alternatif tersebut, mungkin saja, dapat diterapkan dan lebih cocok dengan bisnis yang kamu jalankan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan manufaktur.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kelima metode tersebut, bagi kamu yang belum memahami metode FIFO, LIFO, dan average, kamu dapat membaca tulisan saya yang berjudul "Hubungan antara Persediaan dengan Biaya di dalam Akuntansi".
Metode Identifikasi Khusus dalam Penilaian Persediaan
Pada metode identifikasi khusus (specific identification), penilaian persediaan dan penentuan harga pokok penjualan adalah dengan menggunakan harga perolehan aktual dari suatu persediaan yang sudah diklasifikasikan dengan spesifikasi tertentu.
Jadi, untuk menghitung nilai persediaan dengan akurat, perusahaan harus mencatat harga pembelian dari tiap spesifikasi persediaan, mencatat tiap spesifikasi persediaan yang terjual, dan yang terakhir, menentukan nilai akhir persediaan dengan menjumlahkan biaya perolehan dari tiap spesifikasi persediaan.
Metode ini kurang tepat untuk diterapkan pada perusahaan yang memiliki volume persediaan yang besar dan cenderung seragam, serta harga per unit yang relatif murah.
Metode ini lebih tepat diterapkan oleh perusahaan dengan volume persediaan yang relatif kecil dan dapat diidentifikasi dengan spesifik. Contohnya adalah perusahaan yang menjual barang-barang antik ataupun perusahaan yang bergerak pada bidang distributor kendaraan mewah.
Secara akurasi, metode ini mampu menyajikan nilai persediaan yang paling akurat karena adanya evaluasi persediaan yang didasarkan pada biaya aktual dan bukan hanya sekedar mengandalkan estimasi nilai akhir persediaan yang ada di gudang pada saat periode laporan.
Untuk mempermudah pemahaman mengenai metode identifikasi khusus, asumsikan pada tanggal 1 Januari 2020 sebuah dealer mobil Ferrari memiliki tiga unit mobil dengan tipe yang sama namun berbeda warna, yaitu warna merah, ungu, dan hijau.
Warna | Biaya |
---|---|
Merah | 5 M |
Ungu | 4,5 M |
Hijau | 4,6 M |
Pada tanggal 10 Januari 2020, dealer mobil tersebut menambah persediaannya sebanyak dua unit, kali ini dengan warna biru dan hitam.
Warna | Biaya |
---|---|
Merah | 5 M |
Ungu | 4,5 M |
Hijau | 4,6 M |
Biru | 5,2 M |
Hitam | 4,8 M |
Pada tanggal 20 Januari 2020, dealer tersebut berhasil menjual satu mobil berwarna hijau, sehingga nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan pada tanggal 31 Januari 2020 adalah sebagai berikut:
Bulan | Tanggal | Keterangan | Warna | Biaya |
---|---|---|---|---|
Jan-20 | 1 | Persediaan | Merah | 5 M |
Ungu | 4,5 M | |||
Hijau | 4,6 M | |||
14,1 M | ||||
10 | Pembelian | Biru | 5,2 M | |
Hitam | 4,8 M | |||
10 M | ||||
20 | Harga Pokok Penjualan | Hijau | -4.6 M |
Harga pokok penjualan (HPP) dikalkulasikan berdasarkan harga perolehan dari unit yang terjual.
Pada kasus ini, yang terjual hingga akhir Januari adalah mobil berwarna hijau dengan harga perolehan sebesar 4,6 M, maka, HPP pada bulan Januari adalah sebesar 4,6 M.
Untuk nilai akhir persediaan pada tanggal 31 Januari 2020, nilainya adalah sebesar nilai persediaan yang tersisa, yaitu sebesar:
Bulan | Tanggal | Warna | Biaya |
---|---|---|---|
Jan-20 | 31 | Merah | 5 M |
Ungu | 4,5 M | ||
Biru | 5,2 M | ||
Hitam | 4,8 M | ||
Total | 19,5 M |
Metode Net Realizable Value dalam Penilaian Persediaan
Semua metode penilaian persediaan yang telah dibahas sebelumnya, baik itu FIFO, LIFO, average, maupun identifikasi khusus, semuanya menekankan penilaian atas nilai persediaan berdasarkan harga perolehan.
Namun, pada metode nilai realisasi bersih (net realizable value), seluruh persediaan yang dimiliki perusahaan, yang kondisinya ada defect atau usang sehingga berpotensi terjual di bawah harga perolehannya, maka, perusahaan harus segera melakukan koreksi atas nilai persediaan tersebut menjadi di bawah nilai perolehannya.
Pada kasus ini, perusahaan melakukan koreksi atas nilai persediaan yang usang atau cacat tersebut dengan mengurangkan antara harga perolehan dengan hasil appraisal atau penilaian atas harga jual persediaan tersebut saat ini. Selisihnya diakui sebagai kerugian penurunan nilai.
Perhatikan kasus berikut di mana ketika perusahaan melakukan penilaian ulang atas persediaannya di gudang, beberapa persediaan mengalami kerusakan sehingga nilainya berkurang hingga setengahnya:
Keterangan | Jumlah |
---|---|
Harga perolehan | 100 juta |
Dikurang: Estimasi harga jual saat ini | -50 juta |
Kerugian penurunan nilai | 50 juta |
Koreksi atas kerugian penurunan nilai sebesar 50 juta tersebut harus diakui segera tanpa menunggu persediaan tersebut terjual.
Jadi, jurnal atas koreksi ini akan mengakui kerugian di laporan laba rugi dan mengurangi nilai persediaan di neraca.
Entri jurnal-nya adalah sebagai berikut:
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Kerugian penurunan nilai persediaan | 50 juta | |
Persediaan | 50 juta |
Metode Lower of Cost or Market (LCM) dalam Penilaian Persediaan
Pada metode lebih rendah biaya atau pasar (lower of cost or market / LCM), ketika suatu nilai persediaan turun di bawah nilai perolehannya, maka, perusahaan bisa memilih melakukan penilaian ulang dengan memilih yang terendah di antara nilai perolehan persediaan atau nilai pasarnya saat ini.
Untuk lebih memudahkan memahami metode ini, asumsikan suatu perusahaan menggunakan metode FIFO. Pada akhir periode, perusahaan melakukan perhitungan fisik atas nilai persediaannya dengan nilai total sebesar 113 juta. Pada saat yang bersamaan, harga pasar atas persediaan tersebut turun, sehingga menyebabkan nilai persediaan menjadi sebesar 102 juta.
Pada metode lower of cost or market, penurunan nilai persediaan tersebut akan akan diakui sebagai biaya sehingga mengurangi nilai laba bersih sebesar 11 juta.
Keterangan | Nilai |
---|---|
Nilai persediaan (hitungan fisik) | 113 juta |
Harga pasar saat ini | 102 juta |
Penurunan nilai pasar (kerugian) | 11 juta |
Perhitungan masing-masing item adalah sebagai berikut:
Barang | Kuantitas | Harga Perolehan | Harga Pasar | Valuasi | LCM |
---|---|---|---|---|---|
X | 20 | 1 juta | 1,2 juta | Harga perolehan | 20 juta |
Y | 40 | 1,2 juta | 1 juta | Harga pasar | 40 juta |
Z | 30 | 1,5 juta | 1,4 juta | Harga pasar | 42 juta |
Total | 102 juta |
Pada metode lower of cost or market (LCM), kamu bisa melihat bahwa harga yang digunakan untuk menilai persediaan adalah yang terendah di antara harga perolehan dan harga pasar saat ini.
Ketika periode pelaporan akhir tahun, bila perusahaan mengakui nilai persediaan di neraca sebesar 113 juta, maka, perusahaan tersebut harus melakukan penyesuaian dengan mengkredit persediaan dan mendebit kerugian penurunan nilai tersebut.
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Kerugian penurunan nilai persediaan | 11 juta | |
Persediaan | 11 juta |
Metode Laba Kotor (Gross Profit Method) dalam Penilaian Persediaan
Metode laba kotor (gross profit method) dapat digunakan oleh perusahaan yang rata-rata persentase laba kotornya relatif stabil selama setidaknya tiga tahun terakhir, serta mengalami kesulitan dalam melakukan perhitungan fisik nilai persediaan.
Metode ini menggunakan estimasi laba kotor untuk menentukan perkiraan harga harga pokok penjualan (HPP) yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan perkiraan atas nilai akhir persediaan.
Hahaha.. bingung ya?
Jadi begini, pertama-tama kamu perlu pahami terlebih dahulu formula untuk menentukan HPP, yaitu:
Langkah | Keterangan | |
---|---|---|
1 | Nilai awal persediaan | |
2 | Tambahkan pembelian persediaan | + |
3 | Nilai persediaan yang tersedia untuk dijual | = |
4 | Kurangkan nilai akhir persediaan | - |
5 | Harga Pokok Penjualan (HPP) | = |
Nah, dari persamaan tersebut, metode laba kotor ditemukan.
Asumsikan suatu perusahaan memiliki rata-rata laba kotor selama tiga tahun terakhir pada tingkat 30%, penjualan pada periode laporan adalah sebesar 500 juta, nilai awal persediaan sebesar 250 juta, dan pembelian bersih persediaan adalah sebesar 50 juta.
Masalahnya adalah perusahaan mengalami kesulitan untuk melakukan perhitungan fisik persediaan guna menentukan nilai akhir persediaan.
Maka, untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan dapat menggunakan metode laba kotor untuk menentukan estimasi dari nilai akhir persediaan:
Keterangan | Nilai | |
---|---|---|
Nilai awal persediaan | 350 juta | |
Pembelian persediaan | 50 juta | |
Persediaan yang tersedia untuk dijual | 400 juta | |
Penjualan | 500 juta | |
Estimasi laba kotor (30%) | 150 juta | |
Estimasi HPP | 350 juta | |
Estimasi persediaan akhir | 50 juta |
Metode Persediaan Ritel dalam Penilaian Persediaan
Secara konsep, metode persediaan ritel (retail inventory method) serupa dengan metode laba kotor, namun, pada metode ini, yang digunakan sebagai dasar perhitungan untuk mengestimasi nilai akhir persediaan adalah rasio antara HPP dengan harga penjualan.
Metode ini sendiri, sesuai dengan namanya, banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang ritel. Biasanya perusahaan-perusahaan tersebut melakukan perhitungan fisik persediaan tiap tiga bulan, enam bulan, atau setahun sekali, sehingga untuk nilai persediaan pada laporan bulanan atau kuartalan menggunakan estimasi.
Hasil estimasi dari perhitungan metode persediaan ritel sendiri, sering dibandingkan dengan hasil perhitungan fisik, untuk dijadikan alat pengendali internal perusahaan atas pencurian atau kehilangan persediaan barang dagang.
HPP | Harga Jual | |
---|---|---|
Persediaan awal | 75 juta | 110 juta |
Pembelian persediaan | 46 juta | 65 juta |
Persediaan tersedia untuk dijual | 121 juta | 175 juta |
Penjualan pada periode pelaporan | 130 juta | |
Persediaan akhir (pada harga jual) | 45 juta | |
Rasio HPP terhadap harga penjualan | 69% | |
Persediaan akhir (pada HPP) 69% x 45 juta | 31,05 juta |
Perhatikan!
Prosedur perhitungan pada metode persediaan ritel mensyaratkan nilai awal persediaan dan pembelian persediaan dicatat pada harga perolehan dan juga harga jualnya, demikian pula total persediaan yang tersedia untuk dijual.
Kemudian, penjualan pada periode pelaporan dikurangi dengan persediaan yang tersedia untuk dijual. Hasilnya kemudian dikonversi pada nilai markup, sehingga ditemukan estimasi nilai akhir persediaan.
Penutup
Dalam akuntansi, terdapat lima metode alternatif untuk menghitung nilai persediaan, masing-masing memiliki kesesuaian untuk berbagai jenis bisnis.
Metode identifikasi khusus dianggap paling akurat karena melacak biaya aktual dari setiap item persediaan, cocok untuk bisnis dengan persediaan yang sedikit dan dapat diidentifikasi.
Metode lainnya termasuk nilai realisasi bersih, lebih rendah biaya atau pasar, metode laba kotor, dan metode persediaan ritel, masing-masing memberikan pendekatan berbeda dalam menilai persediaan.
Pemahaman tentang metode-metode ini dapat membantu perusahaan mengevaluasi nilai persediaan dengan akurat dan memilih metode yang paling sesuai dengan kebutuhannya.
Sekian tulisan saya mengenai lima metode alternatif untuk menghitung nilai persediaan.
Stay safe and stay healthy. Take care!
0 Comments