Persediaan merupakan aset lancar perusahaan yang dimaksudkan untuk dijual dan menghasilkan kas untuk mendanai aktivitas bisnis perusahaan.
Di dalam akuntansi, apabila kamu atau perusahaanmu menjual produk berupa barang dan bukan jasa, kamu pasti akan memilki akun neraca yang namanya persediaan barang dagang atau merchandise inventory.
Persediaan tersebut akan selalu berada di neraca sisi aset hingga barang tersebut terjual. Ketika barang tersebut akhirnya terjual, maka, nilainya akan berpindah ke biaya pokok di laporan laba rugi.
1. Aset Persediaan dan HPP: Manufaktur vs Dagang
Seperti yang telah dijelaskan di awal tulisan, selama perusahaanmu tidak bergerak di bidang jasa, entah itu bergerak di bidang manufaktur ataupun retail, pada akhirnya kamu akan menjual produk berupa barang.
Tentu, sebelum menjual, kamu harus membeli atau menciptakan barang tersebut terlebih dahulu. Persediaan barang dagang yang kamu miliki untuk dijual ke pelanggan dinamakan aset persediaan barang dagang.
Persediaan tersebut dapat berupa barang jadi seperti lemari ataupun bahan baku seperti kayu atau plastik untuk membuat lemari, namun, tidak menutup kemungkinan perusahaanmu juga menjual barang setengah jadi untuk kemudian diolah lebih lanjut oleh perusahaan lain untuk dijadikan barang jadi.
Kalau perusahaanmu memproduksi barang, artinya, perusahaanmu adalah perusahaan manufaktur dan persediaan masih membutuhkan beberapa proses pengolahan untuk siap dijual ke pelanggan.
Setelah persediaan barang terjual ke pelanggan, nilai perolehan dari persediaan yang terjual tidak lagi berada di neraca, tetapi berpindah ke laba rugi menjadi harga pokok penjualan (HPP).
Meski demikian, perpindahan tersebut mungkin saja tidak terjadi secara langsung, tergantung dari apakah perusahaan menggunakan sistem pencatatan prepetual atau periodik.
Untuk pemahaman yang lebih mendalam mengenai sistem prepetual dan periodik, kamu dapat membacanya pada tulisan saya yang berjudul "Akuntansi Perusahaan Dagang".
Untuk kasus pada perusahaan manufaktur, perlakuan akuntansinya juga serupa dengan perusahaan dagang. Meskipun bahan baku masih belum selesai diproses dan belum siap untuk dijual, semuanya tetap diakui sebagai persediaan di neraca.
Proses produksi pada perusahaan manufaktur tentu saja membutuhkan waktu dan terkadang waktu produksinya tidak sama dengan periode pelaporan akuntansi. Untuk mengatasi masalah pencatatan atas hal tersebut, perusahaan manufaktur mengklasifikasikan persediannya ke dalam tiga kategori, yaitu:
- Bahan baku (raw materials).
- Barang setengah jadi (work in process).
- Barang jadi (finished goods).
2. Pengelolaan Persediaan dan HPP: Dagang vs Manufaktur
Tujuan utama dari penjualan adalah mendapatkan keuntungan. Untuk bisa menjual dengan harga yang menguntungkan, suatu perusahaan harus mampu menentukan nilai perolehan persediaannya dengan akurat agar dapat menetapkan markup yang tepat.
Untuk perusahaan retail, menentukan biaya perolehan barang dagangnya tidak cukup dengan menghitung harga barang itu saja, tetapi juga melibatkan faktor-faktor biaya lainnya.
Pada perusahaan manufaktur lebih rumit lagi karena lebih banyak melibatkan faktor-faktor biaya lainnya dan tidak bisa menentukan hanya berdasarkan harga bahan bakunya itu sendiri.
2.1. Penghitungan Biaya Persediaan pada Perusahaan Dagang
Pada perusahaan dagang, perusahaan mendapat persediaan barang dagang dari pemasok dan menjualnya ke pelanggan dengan kondisi barang yang sama persis dengan kondisi barang yang diterima dari pemasok. Artinya, tidak ada lagi proses pengolahan lebih lanjut atas barang tersebut.
Atas dasar itu, untuk menentukan harga perolehan diperlukan sedikit perhitungan tambahan, yaitu pajak yang harus dibayar untuk memperoleh barang dan biaya pengiriman. Selanjutnya, apabila ketika membeli ke pemasok, perusahaan mendapatkan diskon, maka, total penjumlahan tersebut dikurangkan dengan diskon pembelian.
Jadi, total harga perolehan persedian barang dagang pada perusahaan dagang bisa diformulasikan sebagai berikut:
Nilai persediaan = harga barang + pajak + biaya pengiriman - diskon
Setelah mendapatkan harga totalnya, selanjutnya, bagi dengan kuantitas barang yang dibeli, untuk menentukan harga per unit barang tersebut.
Asumsikan kamu membeli 200 smartphone dengan harga per unitnya 1 juta, sehingga totalnya menjadi 200 juta. Kamu membayar pajak 10% atau sebesar 20 juta. Biaya kirim barang tersebut hingga sampai ke gudangmu adalah sebesar 3 juta. Kemudian, kamu membayarnya 15 hari setelah barang diterima, sehingga kamu memperoleh diskon sebesar 2% atau sebesar 1 juta. Jadi, total biaya perolehan untuk 200 smartphone itu adalah sebesar 222 juta (200 juta + 20 juta + 3 juta - 1 juta). Dengan demikian, biaya perolehan per unitnya adalah sebesar 1,11 juta (222 juta / 200 unit).
2.2. Pengelolaan Persediaan dalam Perusahaan Manufaktur
Pada perusahaan manufaktur, untuk menentukan harga perolehan persediaan membutuhkan langkah-langkah lebih lanjut dibandingkan pada perusahaan dagang.
Selain itu, jangan lupakan bahwa pada perusahaan manufaktur persediaan diklafikasikan menjadi tiga kategori, yaitu bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi.
Bahan baku merupakan kepingan awal suatu produk yang masih dalam keadaan mentah dan belum dilakukan proses apapun terkait produksi.
Barang setengah jadi adalah barang yang sedang dalam tahap awal proses produksi dan juga tahap akhir produksi, namun, belum menjadi barang jadi atau belum siap dijual.
Barang jadi adalah barang yang sudah siap untuk dijual.
Setiap kategori persediaan ini akan dinilai berdasarkan beberapa metode yang akan saya bahas selanjutnya, yaitu metode first in, first out (FIFO), last in, first out (LIFO), dan rata-rata (average).
Langkah selanjutnya untuk menilai persediaan pada perusahaan manufaktur adalah menambahkan komponen-komponen biaya lainnya, yaitu biaya tenaga kerja yang terlibat pada proses produksi dan biaya-biaya tidak langsung atau overhead.
3. Metode Penilaian Persediaan dan Pengaruhnya terhadap HPP
Ada tiga metode untuk menilai persediaan, yaitu
- First in, first out (FIFO)
- Last in, first out (LIFO)
- Average
Metode-metode ini memberikan hasil yang berbeda-beda untuk nilai harga pokok penjualan (HPP) perusahaan pada suatu periode. Tidak ada yang lebih baik antara satu dengan yang lain.
Penggunaan metode ini akan tepat untuk diterapkan, tergantung tipe persediaan perusahaan.
Ketika kamu sudah memilih menggunakan salah satu metode, kamu tidak bisa seenaknya mengganti dengan metode lain, namun, bila kamu memutuskan untuk mengubahnya karena suatu alasan yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan, maka, kamu juga perlu mengubah metode penilaian persediaan pada laporan periode-periode sebelumnya.
Selain tiga metode tersebut, ada juga beberapa metode lainnya yang bisa digunakan untuk menentukan nilai persediaan. Kamu bisa membaca tulisan saya yang berjudul "5 Metode Alternatif untuk Menghitung Nilai Persediaan"
3.1. Metode First In, First Out (FIFO) dalam Penilaian Persediaan dan HPP
Pada metode first in, first out (FIFO), setiap kali kamu menjual produk, maka, untuk penentuan HPP-nya kamu menggunakan biaya paling awal dari biaya perolehan persediaan.
Metode ini biasa digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang persediaanya tidak tahan lama, seperti perusahaan yang menjual makanan segar.
Keunggulan dari metode ini adalah persediaan akan dinilai selaras dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperolehnya dan juga dibanding LIFO, perusahaanmu akan memiliki nilai akhir persediaan yang sama, apapun sistem persediaan yang kamu gunakan, baik itu prepetual ataupun periodik.
Contoh penggunaan metode FIFO adalah sebagai berikut.
Asumsikan perusahaanmu menggunakan sistem persediaan periodik. Pada tanggal 11 Januari 2020, perusahaanmu membeli 30 unit barang dengan harga per unitnya 1 juta. Pada akhir bulan tersisa 15 unit. Kemudian, pada tanggal 13 Februari 2020, perusahaanmu kembali membeli 20 unit barang, namun kali ini harga per unitnya naik menjadi 1,2 juta. Pada akhir Maret 2020, kamu menghitung bahwa persediaan hanya tersisa 10 unit yang berarti persediaan yang terjual selama kuartal tersebut adalah 40 unit.
Berdasarkan metode FIFO, harga pokok penjualan (HPP) untuk kuartal ke-1 (Januari-Maret) menjadi sebesar 42 juta (30 unit pada harga @1 juta dan 10 unit pada harga @1,2 juta). Nilai akhir persediaan di neraca adalah sebesar 12 juta (10 unit pada harga @1,2 juta).
3.2. Metode Last In, First Out (LIFO) dalam Penilaian Persediaan dan HPP
Pada metode last in, first out (LIFO), setiap kali kamu menjual suatu produk, maka, untuk menentukan harga pokok penjualannya (HPP) kamu menggunakan biaya paling akhir dari biaya perolehan persediaan.
Metode ini biasa digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang persediaan terbarunya memilki kemungkinan terjual paling cepat, seperti perusahaan fashion.
Berebeda dengan metode first in, first out (FIFO), pada metode LIFO nilai akhir persediaan bisa berebeda ketika kamu menggunakan sistem persediaan periodik atau prepetual.
Ketika menggunakan sistem persediaan prepetual, kamu secara langsung menggunakan harga perolehan tiap persediaan terakhir yang kamu beli untuk penentuan harga pokok penjualan (HPP), sedangkan pada sistem persediaan periodik, harga perolehan persediaan yang digunakan sebagai penentuan HPP adalah benar-benar yang paling terakhir pada saat periode pelaporan.
Untuk lebih memahami penjelasan di atas. Asumsikan pada tanggal 3 Januari 2020 perusahaanmu membeli 10 pasang sepatu dengan harga 500 ribu per pasangnya. Pada tanggal 10 Januari 2020 perusahaanmu berhasil menjual 6 pasang. Pada tanggal 16 Januari 2020 perusahaanmu kembali membeli 10 pasang, tetapi kali ini dengan harga 550 ribu per pasangnya. Pada tanggal 22 Januari 2020, perusahaanmu berhasil menjual 8 pasang. Pada tanggal 25 Januari 2020, perusahaanmu kembali membeli 10 pasang, kali ini dengan harga 600 ribu. Akhirnya, pada akhir bulan di tanggal 31 Januari 2020, perusahaan kembali menjual 9 pasang sepatu, sehingga sisa sepatu yang ada di gudang tersisa tinggal 7 pasang.
Berapakah nilai persediaan dan harga pokok penjualan (HPP) pada akhir periode tersebut?
Sistem persediaan periodik
Nilai persediaan akhir adalah sebesar 3,5 juta (7 x 500 ribu) dan HPP-nya adalah sebesar 13 juta ( (10x600 ribu) + (10x550 ribu) + (3x500 ribu) ).
Sistem persediaan prepetual
Pada sistem persediaan prepetual nilai persediaan dan HPP akan berbeda dibanding sistem persediaan periodik.
Pada penjualan ke-1, harga pokok penjualan (HPP) adalah sebesar 3 juta (6 x 500 ribu). Pada penjualan ke-2, HPP-nya sebesar 4,4 juta (8x550 ribu). Pada penjualan ke-3, HPP-nya adalah sebesar 5,4 juta (9 x 600 ribu). Jadi, total harga pokok penjualan (HPP) pada akhir periode adalah sebesar 12,8 juta.
Nilai persediaan pada akhir periode menjadi sebesar 3,7 juta, yang dihitung dengan menjumlahkan 1 pasang pembelian di tanggal 3 Januari, 2 pasang pembelian di tanggal 16 Januari, dan 4 pasang pembelian di tanggal 25 Januari ((1 x 600 ribu) + (2 x 550 ribu) + (4 x 500 ribu)).
3.3. Metode Biaya Rata-Rata dalam Penilaian Persediaan dan HPP
Biaya rata-rata (average) biasanya digunakan pada perusahaan yang menjual barang sejenis dan dalam jumlah besar, seperti misalnya perusahaan perkakas dengan persediaan barang dagang seperti mur, baut, paku, dan sekrup. Tentu akan sangat ruwet bila menggunakan metode persediaan seperti FIFO ataupun LIFO.
Perhitungan biaya rata-rata sendiri tidak sesulit bila menggunakan first in, first out (FIFO) ataupun last in, first out (LIFO). Kamu cukup menggunakan perhitungan matematika sederhana. Setiap kali kamu membeli persediaan barang dagang, kamu hanya perlu menghitung ulang biaya rata-ratanya.
4. Penutup
Persediaan barang dagang (merchandise inventory) merupakan aset yang dimiliki perusahaan yang dimaksudkan untuk dijual ke pelanggan. Ini berbeda dengan aset tetap yang dimaksudkan untuk mendukung operasional perusahaan.
Persediaan barang dagang hanya ada pada perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan dan juga manfaktur. Jadi, perusahaan jasa tidak memiliki akun persediaan barang dagang.
Harga perolehan persediaan tidak hanya berdasarkan harga belinya saja, namun juga berdasarkan biaya-biaya terkait yang timbul ketika perusahaan membeli barang tersebut. Contohnya adalah biaya pengiriman dan juga pajak-pajak yang tak dapat dikreditkan.
Selanjutnya, persediaan tersebut akan terus berada di neraca perusahaan hingga terjual. Saat terjual, dalam menentukan harga pokok penjualan (HPP), perusahaan dapat menggunakan beberapa metode valuasi persediaan, yaitu first in, first out (FIFO), last in, last out (LIFO), dan average.
Sekian tulisan saya mengenai hubungan antara persediaan barang dagang serta cara menentukan harga perolehan dan juga metode-metode penilaiannya yang dapat mempengaruhi harga pokok penjualan di laba rugi.
Stay safe and stay healthy. Take care!
0 Comments