Akuntansi perusahaan dagang mengatur pencatatan pada perusahaan retail, yaitu perusahaan yang tidak bergerak di bidang jasa dan juga tidak memproduksi sendiri barang dagangannya.
Kamu pasti pernah belanja di Hero, Giant, Indomaret, atau Alfamart untuk keperluan sehari-hari, seperti makanan, minuman, kebutuhan dapur, odol, popok bayi, sabun, shampo, suplemen, susu, obat-obatan, rokok, hingga sekedar membeli korek api.
Pernahkah kamu bertanya dari mana perusahaan-perusahaan itu memperoleh barang-barang dagangannya?
Rasa-rasanya sangat sulit membayangkan kemungkinan perusahaan-perusahan tersebut memproduksinya sendiri karena beragamnya produk yang ditawarkan.
Faktanya, perusahaan-perusahaan tersebut memang tidak memproduksi sendiri barang-barang dagangannya. Mereka membelinya langsung dari produsen dalam jumlah besar dan menjualnya ke konsumen dalam jumlah kecil.
Akuntansi mengklasifikasikan perusahaan dengan model bisnis demikian sebagai perusahaan merchandising atau perusahaan dagang.
Pengertian Perusahaan Dagang
Aktivitas utama perusahaan dagang adalah membeli barang dagang dari produsen untuk kemudian menjual barang dagang tersebut ke pelanggannya.
Harga jual ke pelanggan dalam laporan laba rugi dicatat sebagai penjualan (sales) dan biaya untuk memperoleh barang yang terjual tersebut dicatat sebagai harga pokok penjualan (HPP). Selisih antara penjualan dengan HPP, disebut dengan laba kotor.
Di atas telah saya singgung bahwa perusahaan dagang membeli dalam jumlah besar ke produsen. Lalu bagaimana bila tak semua barang tersebut laku terjual? Bagaimana akuntansi melaporkan kejadian ini?
Barang-barang dagangan yang masih belum terjual atau masih ada di gudang perusahaan, dalam akuntansi, dicatat sebagai merchandise inventory atau persediaan barang dagang yang diklasifikasikan sebagai aset lancar di neraca.
Kamu akan menemui beberapa kemiripan antara laporan keuangan perusahaan jasa dengan perusahaan dagang, kecuali terkait akun persediaan barang dagang.
Pada neraca perusahaan dagang, pada aset lancarnya ada akun persediaan barang dagang yang nilainya senilai nilai perolehan barang dagang dari produsen atau pemasok. Kemudian, untuk penentuan nilai harga pokok penjualan (HPP) di laba rugi, nilainya juga diperoleh dari nilai pembelian persediaan barang dagang yang terjual tersebut.
Sistem Pencatatan pada Perusahaan Dagang
Dalam akuntansi pada perusahaan dagang ada dua sistem pencatatan untuk transaksi terkait persediaan barang dagang (merchandise inventory), yaitu sistem pencatatan prepetual dan periodik.
Pada sistem prepetual, setiap pembelian dan penjualan persediaan barang dagang akan selalu disertai pencatatan transaksi debit dan kredit dari akun persediaan barang dagang tersebut, sehingga jumlah persediaan barang dagang yang tersedia untuk dijual dan yang sudah terjual nilainya akan selalu diperbarui.
Pada sistem periodik, tiap pembelian dan penjualan persediaan barang dagang hanya mencatat transaksi-transaksi pembelian dan penjualannya saja tanpa disertai detail transaksi debit dan kredit dari akun persediaan barang dagang tersebut. Jadi, untuk menentukan biaya pokok-nya (HPP), perusahaan akan menghitung nilai fisik persediaan di tiap akhir periode akuntansi.
Fitur | Sistem Perpetual | Sistem Periodik |
---|---|---|
Pencatatan Transaksi | Pencatatan transaksi detail. | Mencatat transaksi tanpa detail. |
Update Jumlah Persediaan | Update real-time. | Update di akhir periode. |
Akurasi Persediaan | Informasi akurat. | Tidak aktual. |
Pemantauan Kerugian | Identifikasi cepat kerugian. | Tidak mudah diidentifikasi. |
Pengendalian Persediaan | Informasi real-time. | Informasi terbatas. |
Biaya Pokok Penjualan (HPP) | HPP terus-menerus. | HPP dihitung akhir periode. |
Entri Jurnal pada Sistem Prepetual dan Periodik di Perusahaan Dagang
Untuk memudahkan dalam memahami perbedaan entri jurnal pada sistem prepetual dan periodik, saya akan coba menjelaskannya dalam bentuk contoh kasus sederhana mengenai transaksi penjualan dan pembelian pada suatu perusahaan dagang PT XYZ.
Entri jurnal pembelian dan penjualan persediaan barang dagang
Kasus ke-1
PT XYZ membeli persediaan barang dagang senilai 50 juta:
Periodik
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Pembelian | 50 juta | |
Utang dagang | 50 juta |
Prepetual
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Persediaan | 50 juta | |
Utang dagang | 50 juta |
Kasus ke-2
PT XYZ menjual persediaan barang dagang senilai 20 juta dengan harga jual senilai 30 juta:
Periodik
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Piutang dagang | 30 juta | |
Penjualan | 30 juta |
Prepetual
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Piutang dagang | 30 juta | |
Penjualan | 30 juta | |
HPP | 20 juta | |
Persediaan | 20 juta |
Kasus ke-3
PT XYZ membayar biaya pengiriman persediaan dari produsen ke gudang PT XYZ pada kasus ke-1 sebesar 2 juta
Periodik
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Biaya kirim | 2 juta | |
Kas | 2 juta |
Prepetual
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Persediaan | 2 juta | |
Kas | 2 juta |
Kasus ke-4
PT XYZ menerima pengembalian persediaan dari pelanggannya (retur pembelian) senilai 10 juta.
Periodik
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Utang dagang | 10 juta | |
Retur pembelian | 10 juta |
Prepetual
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Utang dagang | 10 juta | |
Persediaan | 10 juta |
Kalau kamu perhatikan contoh-contoh di atas, pada sistem prepetual tidak ada chart of account (COA) dengan nama pembelian, biaya kirim (pembelian), dan retur pembelian karena memang tidak diperlukan.
Segala transaksi terkait penjualan dan pembelian persediaan dilaporkan sebagai transaksi debit dan kredit dari akun persediaan barang dagang.
Biaya Pengiriman atas Persediaan Barang Dagang
Pada kasus ke-3 di atas, bisa kamu perhatikan transaksi penjualan dan pembelian persediaan barang dagang, ada yang namanya biaya kirim. Terkait biaya kirim ini ada dua istilah yang umum di dalam akuntansi, yaitu FOB shipping point dan FOB destination.
Ketika pengiriman barang menggunakan term FOB shipping point, maka yang dimaksud adalah pada transaksi tersebut pihak pembeli menanggung ongkos kirim barang, sedangkan bila term FOB destination yang digunakan, maka ongkos kirim barang ditanggung oleh pihak penjual.
Kasus ke-1 dan ke-3 di atas adalah suatu contoh transaksi pembelian yang menggunakan term FOB shipping point di mana PT XYZ selaku pihak pembeli persediaan barang daganglah yang membayar ongkos kirimnya.
Kasus ke-5
PT XYZ menjual persediaan barang dagang ke pelanggan senilai 5 juta. Terms FOB destination, yang artinya PT XYZ menanggung ongkos kirim barang. Adapun biaya kirim barang tersebut adalah sebesar 300 ribu:
Prepetual
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Piutang dagang | 5 juta | |
Penjualan | 5 juta | |
HPP | 3,3 juta | |
Persediaan | 3,3 juta | |
Biaya kirim | 300 ribu | |
Kas | 300 ribu |
Kasus ke-6
PT XYZ menjual persediaan barang dagangnya ke pelanggan senilai 3 juta. Terms FOB shipping point, yang artinya pelanggan dari PT XYZ yang menanggung ongkos kirim barang. Adapun biaya kirim barang tersebut adalah sebesar 200 ribu
Prepetual
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Piutang dagang | 3 juta | |
Penjualan | 3 juta | |
HPP | 2 juta | |
Persediaan | 2 juta | |
Piutang dagang | 200 ribu | |
Kas | 200 ribu |
Pada kasus ini PT XYZ membayar di muka ongkos kirim dan memasukkannya ke dalam tagihan pelanggan.
Diskon Penjualan Persediaan Barang Dagang
Pada perusahaan dagang, untuk memicu pelanggan agar membayar tagihannya lebih cepat, biasanya penjual memberi insentif berupa pemberian diskon pada pelanggan yang membayar piutangnya dalam jangka waktu tertentu.
Contoh istilah kredit yang digunakan biasanya adalah seperti berikut
2/10, n/30
Yang dapat diartikan, jangka waktu pembayaran adalah 30 hari setelah barang diterima dan apabila pembayaran dilakukan dalam periode 10 hari setelah barang diterima, maka pembeli akan memperoleh diskon sebesar 2%.
Diskon yang demikian disebut dengan diskon perdagangan (sales discount).
Asumsikan pada kasus ke-2 di atas credit term-nya adalah 2/10, n/30 dan pelanggan PT XYZ membayarnya pada hari ke-10 setelah barang diterima, maka pelanggan PT XYZ tersebut mendapat diskon sebesar 2%, sehingga mengurangi tagihan sebesar 600 ribu (30 juta x 2%).
Prepetual dan Periodik
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Kas | 29,4 juta | |
Diskon | 600 ribu | |
Piutang dagang | 30 juta |
Retur Penjualan Persediaan Barang Dagang
Pada kasus ke-4 saya telah menjelaskan mengenai retur pembelian. Sekarang, saya akan membahas mengenai retur penjualan, yang mana lebih tricky, terutama pada sistem prepetual karena selain menjurnal transaksi atas retur tersebut, perusahaan juga perlu membalik harga pokok penjualan (HPP) senilai barang yang diretur.
Kasus ke-8
Asumsikan pada kasus ke-5, pelanggan PT XYZ meretur barang yang cacat senilai 500 ribu:
Periodik
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Retur penjualan | 500 ribu | |
Piutang dagang | 500 ribu |
Prepetual
Akun | Debit | Kredit |
---|---|---|
Retur penjualan | 500 ribu | |
Piutang dagang | 500 ribu | |
Persediaan | 333 ribu | |
HPP | 333 ribu |
Menentukan HPP Persediaan Barang Dagang pada Sistem Periodik
Pada sistem prepetual, perhitungan harga pokok penjualan (HPP) sangat jelas karena untuk tiap transaksi penjualan persediaan selalu disertai oleh entri jurnal atas HPP dari persediaan barang dagang yang terjual tersebut.
Kalau kamu perhatikan dengan seksama entri jurnal atas penjualan persediaan barang dagang pada sistem periodik, mungkin akan terbesit pertanyaan mengenai bagaimana menentukan HPP pada sistem tersebut.
Sebenarnya, caranya sangatlah simpel, namun cukup melelahkan, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Menentukan nilai persediaan barang dagang pada awal periode akuntansi.
- Tambahkan nilai persediaan awal tersebut dengan persediaan barang dagang yang dibeli.
- Terakhir, kurangi nilai persediaan yang telah dijumlahkan tersebut dengan nilai persediaan yang didapat setelah melakukan stock opname pada akhir periode akuntansi.
Penutup
Sekian pembahasan dari saya mengenai serba serbi akuntansi untuk perusahaan dagang, semoga bisa membantu untuk lebih memahami proses penacatatnya yang berbeda dengan pencatatan pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa.
Salah satu aspek terpenting dalam akuntansi perusahaan dagang adalah metode untuk menentukan harga pokok penjualan (HPP) dari persediaan barang dagang yang terjual itu sendiri.
Beberapa metode populer yang digunakan adalah FIFO, LIFO, dan Average yang akan saya bahas pada tulisan berikutnya.
0 Comments